Kabarjournalist.com – Tugas seorang wartawan atau insan media saat menulis sebuah berita dan akan diterbitkan kemudian terpublikasi harus dilakukan secara berimbang dan melalui beberapa tahapan yang disyaratkan diantaranya melalui Konfirmasi ke Nara Sumber untuk mencari informasi, lalu cek and ricek terkait kebenaran informasi (fakta).
Hal tersebut termaktub dalam aturan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang merupakan pedoman bagi Insan Media dalam menjalankan tugasnya dalam mencari , mendapatkan, menyimpan informasi baik melalui wawancara ataupun berbentuk data yang ditulis untuk selanjutnya dipublikasikan.
Sehingga apa yang disuguhkan merupakan fakta ,berimbang dan tidak menimbulkan fitnah maupun berbenturan dengan aturan hukum yang berlaku.
Menurut Ahli Pers, Kamsul Hasan saat dimintai pendapatnya terkait hal tersebut mengatakan beberapa poin penting saat dihubungi Kabarjournalist.com melalui Aplikasi WhatsAppnya. Sabtu,7/01/2022.
“Kewajiban wartawan adalah memiliki dan mentaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ) sesuai perintah Pasal 7 ayat (2) UU Pers. KEJ yang disepakati masyarakat Pers dan menjadi peraturan Dewan Pers ada 11 pasal. Antara lain adalah Pasal 1 tentang keseimbangan isi berita dan para pihak. Wartawan juga diwajibkan melakukan uji informasi atau konfirmasi,” ujar Kamsul Hasan ,Ahli Pers di Dewan Pers ini kepada Kabarjournalist.com.
Namun faktanya, para pejabat yang menjadi Nara Sumber yang mempunyai kompetensi atau kewenangan dalam menjawab hal yang ditanyakan oleh para pencari berita ini terkadang menghindar bahkan tidak sedikit yang tidak menjawab disaat di konfirmasi , baik secara doorstop maupun melalui telepon atau Aplikasi WhatAppnya.
Kenapa? dan apa yang salah bagi mereka (Insan Pers) disaat menjalankan tugas kewartawanannya untuk mendapatkan informasi yang valid ,sesuai fakta, berimbang dan sesuai dengan apa yang diketahuinya, para pejabat ini tidak mengindahkannya, tidak membalas saat dihubungi lewat selullarnya bahkan tidak sedikit yang memblokir nomor para pencari berita ini diduga menghindar untuk dikonfirmasi atau tidak senang secara personal.
Bukankah, Konfirmasi yang dilakukan ini untuk menghindari pemberitaan yang hoax ataupun tidak berimbang ?
Apalagi, seorang Pejabat Pemerintah merupakan sebagai pelayan untuk masyarakatnya?
Dengan keberadaan Insan Pers ini tentunya sebagai garda terdepan dalam memberikan informasi harus mendapatkan informasi yang benar dan selain itu dapat memberikan edukasi sehingga tidak terjadinya kesimpangsiuran maupun salah persepsi dalam pemberitaan kepada masyarakat.
Sementara itu, seorang Jurnalis dituntut untuk kompeten dalam menjalankan tugasnya dan hal ini ditempuh melalui Test yang tidak mudah yaitu dengan mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang telah disyaratkan oleh Dewan Pers untuk meningkatkan Profesionalitas dan Kredibilitas seorang wartawan sehingga mempunyai kompetensi.
Oleh karena itu, bagi para pejabat ini tidaklah elok, elegan dan tidak menghindar disaat di konfirmasi wartawan karena semua itu untuk mencari fakta, kebenaran, edukasi yang sudah menjadi tugasnya untuk mencari informasi sebuah berita.
Dan bila memang Wartawan sudah melakukan konfirmasi namun tidak ada jawaban maka hal tersebut tentulah menjadi tidak berimbang.
“Apabila wartawan sudah melakukan hal itu baik Pasal 1 maupun Pasal 3 dengan patut dan ada pihak yang tidak mau memberikan keterangan maka pemberitaan dapat dipublikasikan dan upaya konfirmasi dituliskan pada bagian akhir,” jelasnya.
Red /Hendra Jo Sofyan